Fenomena ASN Minta Jabatan, Cerminan ASN Tidak Berkualitas

Screenshot 20251016 120944 CapCut
Ilustrasi ASN Minta Jabatan. (Papuaeksklusif.com)

 

OPINI_ Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki peran strategis sebagai tulang punggung birokrasi Neegara. Kehadiran mereka diharapkan mampu menjalankan fungsi pemerintahan secara profesional, netral, dan berorientasi pada pelayanan publik.

Bacaan Lainnya

Namun, dalam realitas birokrasi, tidak jarang muncul praktik-praktik yang menyimpang dari prinsip etika dan aturan birokrasi. Salah satu fenomena yang kerap ditemui adalah tindakan ASN yang secara aktif meminta jabatan kepada pejabat publik, baik melalui jalur formal maupun informal.

Fenomena ini menimbulkan berbagai pertanyaan etis dan birokratis: Apakah hal tersebut dapat dibenarkan? Bagaimana dampaknya terhadap tata kelola pemerintahan yang baik?

ASN dalam Perspektif Etika Publik

Etika publik menuntut ASN untuk menjaga integritas, kejujuran, dan profesionalisme. Seorang ASN seharusnya meniti karier berdasarkan kompetensi, prestasi, dan rekam jejak kinerja.

Ketika seorang ASN meminta jabatan kepada pejabat publik, hal ini berpotensi menyalahi prinsip keadilan dan meritokrasi.

Jabatan tidak lagi dipandang sebagai amanah yang harus diemban dengan tanggung jawab, melainkan sebagai “hadiah” dari relasi personal. Dari sisi etika, tindakan ini dapat mengarah pada konflik kepentingan, karena pejabat publik bisa terjebak dalam keputusan yang tidak objektif, hanya demi memenuhi permintaan individu tertentu.

Birokrasi dan Prinsip Merit System

Dalam konteks birokrasi modern, pengisian jabatan harus didasarkan pada merit system, yaitu sistem yang menilai kemampuan dan kualifikasi ASN secara objektif.

Merit system bertujuan menciptakan birokrasi yang profesional, netral, serta bebas dari intervensi politik dan nepotisme. Namun, ketika ASN meminta jabatan secara langsung, mekanisme merit sistem dilemahkan.

Fenomena ini membuka ruang bagi praktik patronase, di mana pejabat publik memberikan jabatan bukan berdasarkan prestasi, melainkan karena adanya hubungan personal, kedekatan, atau tekanan tertentu. Akibatnya, birokrasi tidak lagi berfungsi sebagai instrumen pelayanan publik yang efektif, tetapi terjebak dalam kepentingan individu dan kelompok.

Dampak terhadap Tata Kelola Pemerintahan

Fenomena ASN yang meminta jabatan menimbulkan beberapa dampak serius terhadap tata kelola pemerintahan.

Pertama, menurunnya kualitas pelayanan publik, karena jabatan bisa ditempati oleh orang yang tidak tepat.

Kedua, munculnya budaya “balas budi” dalam birokrasi, di mana pejabat yang memperoleh jabatan melalui lobi merasa berutang kepada pemberi jabatan.

Ketiga, tergerusnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, karena masyarakat melihat adanya ketidakadilan dan praktik yang tidak transparan.

Dalam jangka panjang, hal ini dapat menciptakan budaya birokrasi yang koruptif dan jauh dari prinsip good governance.

Perspektif Hukum dan Regulasi ASN

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menegaskan bahwa jabatan harus diisi berdasarkan kompetensi, kualifikasi, serta kinerja.

Mekanisme seleksi terbuka dan penilaian objektif adalah syarat utama dalam setiap promosi jabatan. Jika ASN meminta jabatan kepada pejabat publik di luar mekanisme tersebut, maka tindakan itu tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Hal ini tidak hanya menjadi masalah etika, tetapi juga pelanggaran aturan birokrasi yang berpotensi merusak sistem kepegawaian negara.

Upaya Pencegahan dan Solusi

Fenomena ASN yang meminta jabatan tidak boleh dibiarkan, karena akan memperlemah kualitas birokrasi. Beberapa langkah strategis yang dapat ditempuh antara lain, Penguatan merit system melalui mekanisme seleksi yang transparan, objektif, dan akuntabel.

Pengawasan ketat dari lembaga terkait, seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), agar proses pengisian jabatan tidak dipengaruhi oleh lobi-lobi personal. Peningkatan pendidikan etika dan integritas ASN, sehingga setiap aparatur memahami bahwa jabatan adalah amanah, bukan sesuatu yang dapat diminta atau dilobi.

Budaya birokrasi yang sehat, dengan menumbuhkan kesadaran bahwa promosi jabatan harus diperoleh melalui prestasi kerja, bukan melalui pendekatan personal.

Epilog

Fenomena ASN yang meminta jabatan kepada pejabat publik adalah cermin lemahnya pemahaman terhadap etika publik dan prinsip birokrasi modern. Tindakan ini tidak hanya merugikan individu yang lebih kompeten, tetapi juga mencederai sistem tata kelola pemerintahan.

Dalam perspektif etika, fenomena ini menunjukkan adanya penyimpangan moral, sementara dari sisi birokrasi, fenomena ini mengganggu jalannya merit system.

Oleh karena itu, solusi yang perlu ditempuh adalah membangun birokrasi yang profesional, transparan, dan berbasis meritokrasi. Jabatan bukanlah hak yang bisa diminta, melainkan amanah yang harus diraih dengan kompetensi, integritas, dan dedikasi dalam melayani masyarakat.

Penulis: Armyndo Tlali 

Editor: Jefri Manehat 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *